You are here
Home > Opini Media > Abdur Rozzaq Fakhruddin, Pemimpin Yang Istiqamah

Abdur Rozzaq Fakhruddin, Pemimpin Yang Istiqamah

Tulisan ringan Salman Iskandar tentang sosok Pak AR dalam buku 99 Tokoh Muslim Indonesia.

Abdur Rozzaq Fakhruddin dikenal sebagai penceramah yang andal. Orang-orang menyebut gaya ceramah Pak AR serius dan kadang penuh kritik. Namun, dia selalu mampu membuat pendengarnya tertawa.

Mantan Ketua PP Muhammadiyah ini lahir di Yogyakarta pada 14 Februari 1916. Nama aslinya adalah Abdur Rozzaq Fakhruddin, tetapi lebih dikenal dengan nama Pak AR. Dia menempuh pendidikan dasar di SD Muhammadiyah, Kotagede, Yogyakarta (1928), kemudian Sekolah Guru Muhammadiyah Darul Ulum Yogyakarta (1934) dan madrasah Muballighien Muhammadiyah, Yogyakarta (1934). Selain itu dia pun belajar di beberapa pesantren.

Karier Pak AR di Muhammadiyah cukup menonjol, diantaranya Guru Muhammadiyah di Palembang (1944-1946), Pemimpin Hizbul Wathan (1934-1937), Pemimpin Pemuda Muhammadiyah (1938-1941). Pemimpin Muhammadiyah Ranting Banaran (1944-1947), Pemimpin Muhammadiyah Cabang brosot Yogyakarta (1946-1950), Anggota Pimpinan Muhammadiyah Daerah Yogyakarta (1953-1959), anggota PP Muhammadiyah (1959-1962), Wakil ketua PP Muhammadiyah (1962-1968), Pejabat Ketua PP Muhammadiyah (1968-1969), dan Ketua PP Muhammadiyah (1969-1990).

Dalam sebuah ceramah, dia berkata. “Kita orang Islam yang begitu percaya pada Alqur’an, tetapi tidak pernah membuktikan kebenarannya. Sehingga, kebenaran itu malah dibuktikan orang Amerika. Mereka berhasil membuat Apollo, sedangkan kita sudah puas hanya membuat es apollo.”

Bahkan dalam khutbah Jumat, Pak AR pernah berkata, “Kita ini memang keterlaluan, diminta menyumbang untuk masjid selalu memberi Rp.25,00. Ada gaji ke-13, tetap Rp.25,00. Lho, mau masuk surga kok, cuma bayar Rp.25,00? Surga macam apa itu?”

Sebagai pengisi tetap acara Mimbar Agama Islam di TVRI Stasiun Yogyakarta, dia disebut oleh penggemarnya pemersatu umat. Dengan santai, dia menjelaskan masalah perbedaan cara beribadah, perbedaan pengertian hukum, dan masalah keagamaan lainnya. “Perbedaan kecil jangan membuat kita terpecah, tetapi hendaklah mempererat kita untuk saling melengkapi dan bersatu.” Pernyataannya itu membuat Pak AR disegani. Dia makin sering diminta menyampaikan ceramah ke berbagai tempat.

Oya, kemampuan ceramahnya itu mulai melekat saat Pak AR masih kelas IV Standard School Muhammadiyah di Kotagede, Yogyakarta. Ayahnya, KH Fakhruddin mantan gusti nasib (penghulu) Istana Pakualaman, mendidiknya penuh disiplin dengan dasar-dasar agama, sekaligus membekalinya dengan kepandaian berpidato.

Saat bertugas di Sumsel, Pak AR bergabung dengan BKR TNI Hizbullah (1944-1945). Setelah sepuluh tahun, dia kembali ke Jawa dan menjadi Kepala KUA Yogyakarta. Pada 1960, dia diangkat sebagai Kepala KUA Jawa Tengah. Pada 1964, dia mendaftarkan diri sebagai mahasiswa Fakultas Agama Universitas Islam Sultan Agung, tetapi ditolak. Malah, dia diangkat sebagai dosen. Universitas Diponegoro Semarang juga mengangkatnya sebagai dosen.

Pak AR menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah sejak 1969. Pada Muktamar 42, akhir Desember 1990 di Yogyakarta, Pak AR secara resmi menyatakan ketidaksediaannya dicalonkan kembali. Tetapi dia masih aktif berceramah di masjid, menjadi penasehat pernikahan, dan kolumnis di berbagai media. Dia juga sering menulis di harian Kedaulatan Rakyat dalam rubrik Pak AR menjawab.

Pada Jumat, 17 Maret 1995 pukul 08.10 WIB, Pak AR wafat. Persis sebulan tiga hari setelah almarhum merayakan ulang tahunnya yang ke-79.

Sumber tulisan

Madi
Bukan siapa-siapa. Sekadar berbagi, menampilkan sisi humor Muhammadiyah yang selama ini jarang terekspos.

Silakan berdiskusi dengan sopan dan lucu

Top
%d bloggers like this: