Berbasis Sains, Ciri Pembaharuan Kiai Dahlan Netijen Sharing by Madi - May 5, 2020May 5, 2020 Oleh Nunu Anugrah P, Ketua PC Muhammadiyah (PCM) Pabuaran Kab. Cirebon. Kiai Dahlan hidup pada zaman kejumudan berfikir di kalangan umat islam pada saat itu. Pintu ijtihad benar-benar tertutup. Orang memakai celana panjang dan jas berdasi dicap kafir. Mengajar mengaji dengan menggunakan kursi dan meja dianggap kafir, menggunakan peta untuk menentukan arah kiblat juga dianggap kafir, dan kejumudan lainnya. Penyebab jumudnya umat islam karena adanya dikotomi antara yang dianggap ilmu agama dan ilmu umum (sains). Belajar ilmu agama hanya sebatas belajar ilmu fiqih, kalam, tasawuf, dan semacamnya. Sementara belajar ilmu pengetahuan pada saat itu tidak dianggap belajar agama. Padahal dalam islam tidak ada pemisahan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu pengetahuan. Padahal dlm Al-Quran secara tidak langsung Allah memerintahkan untuk mempelajari ilmu pengetahuan. “Apakah mereka tidak memperhatikan terhadap unta, bagaimana ia diciptakan? Dan terhadap langit bagaimana ia ditinggikan? Dan terhadap gunung bagaimana ia ditegakan? Dan terhadap bumi bagaimana ia didatarkan?Q.S Al-Ghasyiyah: 17-20 Kita diperintahkan oleh Allah untuk memperhatikan bagaimana unta diciptakan, artinya kita diperintahkan mempelajari ilmu biologi. Bagaimana langit ditinggikan, itu artinya kita diperintahkan mempelajari ilmu astronomi. Bagaimana gunung ditegakkan, berarti kita diperintah untuk mempelajari ilmu geologi. Bagaimana bumi dihantarkan, itu artinya kita diperintahkan untuk mempelajari ilmu geografi. Nah, Kiai Dahlan dahulu melakukan pembaharuan berdasarkan ilmu pengetahuan karena memang sesuai dengan spirit kandungan Al-Quran. Di saat hampir semua masjid dan langgar arah kiblatnya menghadap ke barat, yang kalau diukur atau dilihat dari peta, bukan mengarah ke Ka’bah di Mekah melainkan ke Madagaskar di Afrika. Maka Kiai Dahlan meluruskan arah kiblat dari lurus ke barat dibelokan sekitar 22-28 derajat ke arah utara. Sehingga kalau dilihat di peta, bisa pas presisi ke arah ka’bah di Mekah. Itulah salah satu contoh pembaharuan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Hampir semua pembaharuannya dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan. Jadi sangat mengherankan, jika ada kader Muhammadiyah saat ini beragama tanpa ilmu pengetahuan. Di musim pandemi corona ini, masih ada anggota Muhammadiyah yang mengatakan jangan takut dengan virus corona, takutlah hanya kepada Allah. Ada yang mengatakan hidup mati itu urusan Allah bukan masalah urusan corona. Sesungguhnya fikiran-fikiran itu merupakan kejumudan dalam arti berfikir tidak berdasarkan sains, dan merupakan langkah mundur ke 100 tahun ke belakang.Nunu ANUGRAH P PP Muhammadiyah sudah mengeluarkan himbauan dalam bentuk maklumat, tentang tuntunan ibadah di bulan Ramadhan ini. Tuntunan itu tentu berdasarkan ilmu pengetahuan dalam hal ini sesuai dengan ilmu kesehatan, dengan menganjurkan shalat tarawih di rumah, shalat jum’at diganti dengan shalat dhuhur di rumah, dan tidak melaksanakan shalat Raya ‘Idul Fitri. Wallahua’lam. Share this:Click to share on Twitter (Opens in new window)Click to share on Facebook (Opens in new window)Click to share on WhatsApp (Opens in new window)Like this:Like Loading... Related