You are here
Home > Anekdot > Bisakah Muhammadiyah Merekrut Lamine Yamal?

Bisakah Muhammadiyah Merekrut Lamine Yamal?

Beberapa hari lalu, dunia maya mendadak riuh gara-gara sebuah meme yang bikin orang takjub. Tulisannya singkat tapi menggoda imajinasi: “Muhammadiyah jadi ormas Islam terkaya di dunia, total kekayaannya Rp400 triliun!”

Di sebuah kosan sederhana, Imron Rivaldi dan Malik Senja Ramadan langsung terpana membaca angka itu. Mata mereka membelalak, dan pikiran langsung melayang ke mana-mana. Seperti biasa, obrolan santai di antara tumpukan kertas-kertas makalah itu segera meluncur ke arah yang absurd.

“Kalau punya uang sebanyak itu mau diapain, Mron?”

“Apa ya? Bingung juga sih.”

“Gak punya duit bingung, punya duit banyak juga bingung.”

Tiba-tiba, mata Imron berbinar. Seolah mendapat wahyu, ia menjawab dengan penuh keyakinan, “Membeli Barcelona!”

Malik langsung terdiam. Pikiran itu absurd, tapi masuk akal. Barcelona memang sedang dalam krisis keuangan. Utang mereka menumpuk, sementara pembangunan stadion baru Camp Nou belum selesai. Jika Muhammadiyah benar-benar memiliki Rp400 triliun, membeli Barcelona bukan hal yang mustahil.

Dalam bayangan Imron, Barcelona akan menjadi klub sepak bola pertama di dunia yang kental dengan nuansa Ormas Islam. Nama klub tetap dipertahankan, tetapi dengan tambahan kecil di akhir: FC BarcelonaMu.

Setelah proses akuisisi selesai, stadion Camp Nou yang sedang direnovasi akan mendapat sentuhan khas Persyarikatan. Di tengah tribun utama, logo matahari bersinar megah, lengkap dengan dua kalimah syahadat. Beberapa sudut stadion akan dihiasi dengan kata-kata motivasi dari tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti KH Ahmad Dahlan dan Buya Hamka.

Untuk sentuhan lebih Islami, papan iklan LED di pinggir lapangan tidak lagi memutar sponsor judi atau bir, melainkan promosi Pengajian Tarjih. Jika biasanya suporter meneriakkan yel-yel khas Barcelona, kini mereka akan dilatih untuk menyelipkan pekikan “Hidup-hidupilah BarcelonaMu! Jangan mencari hidup di BarcelonaMu!”

Ketika memasuki stadion, para pemain seperti Pedri, Rapinha, Lewandowski bakal didampingi anak-anak Hizbul Wathan. Begitu semua pemain berdiri di lapangan, biasanya stadion akan bergemuruh dengan “Cant del Barça”, maka kini lagu itu akan digantikan dengan “Sang Surya”.

Sebagai bagian dari visi baru klub, semua pemain harus mengikuti Baitul Arqam. Bagi pemain Muslim seperti Lamine Yamal akan ada pelajaran tambahkan yaitu diwajibkan mengikuti kelas Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) dan lulus iqra 6.

Intinya, setelah Barcelona resmi menjadi milik Muhammadiyah, para pemain tak bisa lagi menjalani hidup sembarangan seperti sebelumnya. Tidak ada lagi pesta larut malam, minum-minum di klub, atau selebrasi berlebihan yang melibatkan tarian aneh. Semua aktivitas mereka harus sesuai dengan Himpunan Putusan Tarjih.

Imron menunggu tanggapan dari dari Malik. Tapi tidak ada.

Lama menunggu respon, kemudian giliran Imron yang nanya balik, “Kalau kamu, Lik, mau diapakan uang Rp400 triliun?”

Malik menunggu momen ini. Momen ditanya balik. Sedari tadi ia tampak tenggelam dalam dunianya sendiri. Ia tak terlalu mempedulikan ide Imron tentang BarcelonaMu tadi, karena pikirannya sudah sibuk menyusun rencana yang jauh lebih liar.

Dengan kekayaan Rp400 triliun itu, Malik segera ingin membeli sebuah pulau kosong dan mengubahnya menjadi replika dunia Naruto, lengkap dengan Desa Konoha yang punya gerbang ikonik dan bukit dengan wajah para Hokage terpahat di tebingnya. Tak lupa pula akan dibangun Ramen Ichiraku.

Sebagian uang lagi akan dialokasikan untuk membiayai penelitian agar bisa membawa Malik ke dunia isekai. Ia ingin hidup di dunia One Piece jadi Nakama kesepuluh Bajak Laut Mugiwara. Jika itu terlalu sulit, maka dana tersebut akan dialihkan ke investasi teknologi kloning, agar bisa “menghidupkan” waifu 2D seperti Nami dan Robin dalam bentuk nyata.

Imron buru-buru menyelipkan penjelasan sebelum imajinasinya makin ngaco.

“Tapi serius, Lik, Rp400 triliun itu bukan duit cash yang numpuk di brankas PP Muhammadiyah, lho.”

Malik menatapnya curiga. “Maksudnya?”

Imron mulai menjelaskan seolah ingin menarik Malik kembali dari dunia khayalannya yang liar. Menurutnya, angka Rp400 triliun itu bukan uang tunai, melainkan hitungan kasar dari total aset Muhammadiyah. Saat ini, Muhammadiyah punya rumah sakit di berbagai daerah, kampus-kampus dari Aceh hingga Papua, pesantren-pesantren di desa-desa terpencil, hingga amal usaha lain seperti sekolah kecil dan panti asuhan.

“Kalau ditotal seluruh kekayaan aset ini bisa aja nyentuh Rp400 triliun, tapi jumlah pastinya kita juga nggak tahu,” jelas Imron.

“Oh gitu, kukira mereka bisa cairin semuanya besok pagi terus buat beli pulau atau kloning waifu!”

“Ya nggak bisalah gila kali!”

“Tapi kenapa Muhammadiyah bisa sampai punya aset Rp400 triliun? Ini Ormas lho, bukan negara!” tanya Malik penasaran.

Di tingkat global, harus diakui bahwa barangkali tak ada organisasi Islam modern yang bisa menandingi amal usaha Muhammadiyah.

“Untuk mengetahui soal ini, kita harus kembali ke seratus tahun yang lalu.”

Imron menjelaskan bahwa sejak berdiri pada 1912, Muhammadiyah sudah menggelar musyawarah tertinggi sebanyak 47 kali. Dulu, di awal-awal, musyawarah itu disebut “Algemene Vergadering” atau “Jaarvergadering” dalam bahasa Belanda, lalu berganti jadi “Perkumpulan Tahunan,” “Kongres,” sampai akhirnya “Muktamar” seperti sekarang.

“Kunci kekuatannya ada di situ,” lanjut Imron. “Musyawarah mereka elegan banget. Dengan aset melimpah, tanah wakaf di mana-mana, dan pengikut yang tersebar sampai pelosok, harusnya tiap rapat penuh konflik atau tarik-menarik kepentingan. Tapi enggak. Kader Muhammadiyah dididik buat nggak nyari hidup di Muhammadiyah. Artinya, kepentingan pribadi nggak boleh ngalahin kemaslahatan bersama.”

Malik mangut-mangut. “Jadi, karena musyawarahnya rapi, mereka bisa bangun amal usaha segitu banyaknya?”

“Betul,” jawab Imron. “Banyak organisasi lain yang kuat secara politik atau finansial, tapi akhirnya ambruk karena konflik internal. Ada yang rapatnya berantem, naik meja, lempar kursi, atau walkout. Muhammadiyah nggak gitu. Mereka belajar bahwa keributan cuma bikin rugi.”

Jadi, sejak 1912, kekuatan Muhammadiyah terletak pada cara mereka musyawarah yang super elegan. Banyaknya amal usaha yang mereka miliki itu tak lepas dari proses musyawarah yang selalu mengutamakan etika ketimbang curiga-curigaan, plus lebih mementingkan kebaikan komunal daripada personal.

Malik terdiam, lalu kasih komentar yang menohok, “Terus buat apa kekayaan sebanyak itu? Pas kiamat datang itu semua gak ada artinya. Sudahilah berbisnis dengan sesama warga negara.”

Imron langsung melongo, “Kalimat ‘Sudahilah berbisnis dengan sesama warga negara’ itu aneh banget, wkwkwk. Emangnya tiap pengusaha lokal itu target bisnisnya siapa? Tuyul kah? Naruto? Onana? Pep Guardiola?”

Malik cuma cengengesan, tahu argumennya tadi rada ngaco.

“Lik, itu uang murni dari hasil laba usaha, bukan malak uang jamaah atau pakai modus sedekah. Lagian, duitnya juga kepake buat kemaslahatan umat lagi, bangun kampus, rumah sakit, ada badan Lazismu, badan penanggulangan bencana, kasih beasiswa, bantuan kemiskinan, banyak lah!”

Malik tak menjawab. Ia termenung sebentar, lalu tiba-tiba nyeletuk, “Tapi tetep, kalau bisa beli Barcelona, keren banget sih. FC BarcelonaMu.”

“Iya, ntar Muktamarnya di Stadion Camp Nou.”

Sumur: muhammadiyah.or.id

Madi
Bukan siapa-siapa. Sekadar berbagi, menampilkan sisi humor Muhammadiyah yang selama ini jarang terekspos.

Silakan berdiskusi dengan sopan dan lucu

Top
%d bloggers like this: