You are here
Home > Opini Media > Buya Syafii, Sang Manusia Gaul

Buya Syafii, Sang Manusia Gaul

Matahari tengah memancarkan panas teriknya di Sleman, Rabu 17 Mei 2017, selepas zuhur. Syafii menawarkan makan siang kepada Beritagar di sela sesi wawancara. Ia pun menunjuk warung makan sekitar 500 meter dari rumahnya.

Tanpa sungkan, Syafii menumpang motor yang dikemudikan fotografer Beritagar. Warung yang ditujunya adalah rumah makan Padang yang sederhana. Syafii tak pilih-pilih soal menu makanan.

Buya Syafii Maarif ketika makan siang di warung dekat kediamannya, Yogyakarta, Rabu (17/5/2017). Foto Suryo Wibowo, Beritagar

Meski usianya sudah kepala delapan, aneka makanan berlemak masih dilahapnya. Syafii memilih lauk kikil sapi dua potong. Makannya lahap dengan tangan, tanpa sendok. Segelas air teh tawar siap sedia di sampingnya.

Tak khawatir kolesterol naik? “Ah tidak. Hanya (mengurangi) gula,” kata Syafii.

Selesai makan, Syafii berhenti di pos satpam perumahannya. Di pekarangan pos satpam yang menjadi satu dengan Balai RW itu, juga berdiri warung kecil yang menjual aneka sayuran, penganan, bumbu dapur, juga buah.

Syafii menuju warung dan bercengkerama dengan penjualnya yang sepasang suami istri. Dia membeli setandan pisang dan diberikan pada satpam.

Capaian pendidikannya yang tinggi hingga ke Amerika, menjadi Guru Besar di UNY, berbagai jabatan nasional yang pernah disandangnya, seperti Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2000-2005) dan anggota Dewan Pertimbangan Agung (1999-2003), tak membuatnya meninggalkan akarnya di lingkungan masyarakat.

Buya Syafii tetap salat berjamaah bersama di masjid yang sepelemparan batu dari rumahnya. Namanya masuk daftar salah satu imam dan khatib salat Jumat saban tahunnya bersanding dengan nama-nama imam dan khatib warga setempat.

“Saya memang dilahirkan sebagai manusia gaul sebenarnya,” ujarnya sambil tertawa.

Sumber tulisan : beritagar

Madi
Bukan siapa-siapa. Sekadar berbagi, menampilkan sisi humor Muhammadiyah yang selama ini jarang terekspos.

2 thoughts on “Buya Syafii, Sang Manusia Gaul

  1. Saran saja si ini, kalau menceritakan Buya Syafi’i mbok ya dalam kalimat disebut Buya dalam penyebutannya. Misalnya pada kalimat “selesai makan, Buya berhenti di pos satpam perumahannya”. Lha itu langsung nama, “selesai makan, Syafi’i berhenti di pos satpam perumahannya”. Tak kira tadi sosok syafi’i lain selain Buya Syafi’i. Ben rasa menghormati Beliau itu tetep ada😊

Silakan berdiskusi dengan sopan dan lucu

Top
%d bloggers like this: