You are here
Home > Anekdot > Humor Pak AR dan Gus Dur Soal Tarawih

Humor Pak AR dan Gus Dur Soal Tarawih

Sesama orang hebat biasanya saling mengagumi. Pak AR Fachrudin mengagumi Gus Dur, dan Gus Dur mengagumi Pak AR.

Tarawih Bersama Pak AR

Suatu saat, Pak AR diminta mengisi kultum di sebuah masjid di Jawa Timur pada saat bulan Ramadan. Seusai salat Isya’, Pak AR naik ke mimbar dan mengisi tausiah dengan waktu yang singkat. Hadirin terkesima. Ketika tiba salat tarawih, para sesepuh masjid kemudian meminta Pak AR sekalian mengimami. Pak AR tidak bisa menolak.

Beliau lantas bertanya ke hadirin, di masjid tersebut biasanya tarawih plus salat witir berapa rakaat? Hadirin menjawab: “Duaaaa puluuuuh tigaaa rakaaaat…”

Pak AR sebagai orang Muhammadiyah tulen yang biasa salat tarawih plus witir sebelas rakaat pun mengangguk santai. Mulailah beliau mengimami salat dengan khusyuk.

Di masjid itu, biasanya untuk mengerjakan salat tarawih plus witir 23 rakaat butuh sekira sejam saja. Sementara saat Pak AR mengimami sudah hampir 1,5 jam masih belum selesai 8 rakaat. Lama sekali bagi jamaah di sana.

Begitu rakaat kedelapan rampung, Pak AR membalikkan badan. “Nyuwunsewu, menika kados pundi, menapa dilajengaken 23 rakaat menapa langsung salat witir kemawon?”

Para jamaah kompak berseru: “Wiiiitiiiir sajaaaa, Paaaaak!”

Pak AR melanjutkan salat witir tiga rakaat. Total jendral: 11 rakaat.

Kasus itulah yang membuat Gus Dur sering bergurau, “Di dunia ini, hanya Pak AR yang sanggup memuhammadiyahkan orang NU secara massal dan singkat.”

Tarawih a la NU Lama dan NU Baru

Soeharto dan Gus Dur

Suatu hari di bulan Ramadhan, KH Abdurrahman Wahid diundang mantan Presiden Soeharto ke kediamannya di Cendana, Jakarta. Kali ini, untuk berbuka puasa bersama. Ketika itu, Gus Dur, panggilan akrab Presiden ke-4 RI, hadir dengan ditemani salah seorang kiai yang lain. Di antaranya, Kiai Asrowi dari Betawi.

Setelah buka, kemudian shalat maghrib berjamaah. Setelah minum kopi, minum teh, dan makan, terjadilah dialog antara Soeharto dan Gus Dur.

Soeharto : “Gus Dur sampai malam di sini ?”

Gus Dur : “Enggak pak ! Saya harus segera pergi ke tempat yang lain.”

Soeharto : “Oh, iya ya.. Silakan. Tapi kiainya ‘kan ditinggal di sini, ya ?”

Gus Dur : “Oh, Iya Pak! Tapi harus ada penjelasan.”

Soeharto : “Penjelasan apa ?”

Gus Dur : “Salat tarawihnya nanti “ngikutin” NU lama atau NU baru ? “

Mendengar ucapan Gus Dur itu, Soeharto jadi bingung. Baru kali ini ia mendengar ada NU lama dan NU baru. Kemudian dia bertanya.

Soeharto : ” Lho, NU lama dengan NU baru apa bedanya ? “

Gus Dur : ” Kalau NU lama, Tarawih dan Witirnya itu 23 rakaat..”

Soeharto : ” Oh Iya..ya..ya..ya….gak apa-apa……”

Gus Dur sementara diam tak lagi berbicara. Sejurus kemudian Soeharto bertanya lagi.

Soeharto : “Lha, kalau NU baru bagaimana ?”

Gus Dur : “Diskon 60 persen!”

Hahahahahahahahahahahahahha………

(Gus Dur, Soeharto dan semua orang yang ada di sekitarnya yang mendengar dialog itupun tertawa).

Gus Dur : ” Ya. Jadi Salat Tarawih dan Witirnya cuma tinggal 11 rakaat.”

Soeharto : ” Ya sudah, saya ikut NU baru saja. Pinggang saya sakit.”

Sumber : 1. Puthut EA
2. Ngopibareng.id

Madi
Bukan siapa-siapa. Sekadar berbagi, menampilkan sisi humor Muhammadiyah yang selama ini jarang terekspos.

Silakan berdiskusi dengan sopan dan lucu

Top
%d bloggers like this: