KH Ahmad Dahlan Hobi Main Bola, KH Hasyim Asy’ari Suka Pencak Silat Netijen Sharing by Madi - August 23, 2019August 23, 2019 Siapa yang tak kenal sosok KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari? Keduanya adalah tokoh pendiri organisasi kemasyarakatn terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Uniknya, kedua kyai panutan umat itu hidup sejaman, bahkan bersahabat. Namun di antaranya keduaya memiliki sejarah dan keistimewaan hidup masing-masing. Sejarah dan keistimewaan kedua tokoh tersebut terungkap dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya, sejak kecil hingga menjelang wafatnya. Kebiasaan-kebiasaan inilah yang kemudian membentuk karakter dan ketokohan sang kyai. Dalam sebuah buku berjudul “Kebiasaan-kebiasaan Inspiratif KH Ahmad Dahlan & KH Hasyim Asy’ari, Teladan-teladan Kemuliaan Hidup”, karya M. Sanusi, yang diterbitkan oleh Penerbit Diva-Press, Disebutkan bahwa KH Ahmad Dahlan ternyata hobi main bola. Sedangkan KH Hasyim Asy’ari suka bela diri pencak silat. Darwis Kecil yang Hobi Main Bola Darwis, panggilan masa kecil KH Ahmad Dahlan, tak pernah absen bermain bola bersama teman-temannya. Biasanya menjelang sore atau sehabis mengaji kepada kyai Kamaludiningrat di Masjid Gedhe Kauman. Mereka bermain sepakbola di alun-alun utara, atau sesekali di alun-alun selatan yang tak jauh dari rumahnya. Seperti diceritakan dalam novel “Sang Pencerah”, dalam satu kesempatan, walaupun permainan yang berlangsung tidak berpihak kepada timnya, tidak menjadikan jiwa dan raganya lesu. Darwis kecil tetap semangat. Dia juga tidak dendam meski dicurangi. Disinilah etos kedisiplinan dan sportivitas dijunjung tinggi. Bagi Darwis, sepakbola adalah permainan. Kerja sama dan sportivitas merupakan elemen inti yang tak dapat ditinggalkan. Kalah dan menang bukan yang utama. Tak heran jika kelak Darwis (yang kemudian dikenal sebagai KH Ahmad Dahlan) menjadi orang besar dan berkharisma. Sejak kecil, secara alamiah Darwis memang terlatih sebagai pemimpin yang dicintai. Dalam memimpin, beliau menekankan strategi dan kerja sama, yang dibangun bersama dalam tim. Hingga kini, Muhammadiyah (yang didirikan pada tahun 1912) dikenal sebagai organisasi dengan kepemimpinan secara kolegial. Kepemimpinan model ini tidak menonjolkan kharisma seseorang, melainkan dengan kerja sama dan mencari titik temu jika terjadi perbedaan di antara para pemimpin. Dengan karakter kepemimpinan tersebut, maka proses regenerasi dapat berlangsung relatif tanpa hambatan. Masyarakat pun akan lebih mengenal amal usaha Muhammadiyah, seperti sekolah, rumah sakit, panti asuhan dan sebagainya, daripada nama pemimpinnya. KH Hasyim Asy’ari yang Gemar Pencak Silat KH Hasyim Asy’ari dikenal sebagai pribadi yang suka bela diri, terutama pencak silat. Beliau meluangkan waktu secara rutin untuk memperdalam ilmu pencak silat. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi sosial waktu itu yang menuntutnya menguasai ilmu bela diri. Tidak hanya KH Hasyim Asy’ari, hampir semua santri pesantren Tebuireng pun belajar pencak silat. Pada awalnya Dusun Tebuireng merupakan sarang maksiat dan kejahatan, Terjadi banyak kriminalitas, perampokan, pencurian, bahkan pembunuhan. Bersama sang istri, Nyai Khadijah, beliau merintis dakwah Islamiyah sekaligus memulai hidup baru dengan bertempat tinggal di darah Tebuireng. Sengaja beliau memilih daerah tersebut, karena orang-orang di sekitar tersebut amat jauh dari agama. Kyai Hasyim berpikiran bahwa dakwah harus menyentuh masyarakat yang masih jauh dari pesan Islam. Saat itu sering terjadi “perang kecil” antara santri dan penduduk yang tak suka kepada mereka. Karena itu, dengan bantuan lima orang kyai dari Cirebon, Kyai Hasyim dan para santri belajar bagaimana cara memukul, menendang, membanting dan melumpuhkan lawan yang menggunakan senjata tajam. Mereka juga diajari bertarung dengan tangan kosong. Sejak berlatih bela diri itulah Kyai Hasyim dan para santri menjadi lebih berani, bahkan jika harus meronda sendirian di malam hari untuk menjaga lingkungan pesantren. Para pengacau di sekitar pesantren pun mulai sadar bahwa pesantren Tebuireng tak bisa lagi mereka perlakukan seenaknya. Sejak itu pulalah pesantren di Tebuireng mulai aman, karena mereka tak lagi berani mengganggu Kyai Hasyim dan para santri. Akhirnya, satu per satu perampok itu angkat kaki. Lokasi pelacuran dan judi pun digusur. Dan pesantren Tebuireng mulai kebanjiran santri hingga mencapai 200 orang. Dengan keberhasilan perkembangan pesantren tersebut, Kyai Hasyim kemudian dikenal sebagai ulama yang sangat disegani, hingga kemudian mendirikan Nahdlatul Ulama pada tahun 1926. Disunting dan disederhanakan dari tulisan asli KH Ahmad Dahlan Hobi Main Bola, KH Hasyim Asy’ari Suka Pencak Silat.Penulis Farid WadjdiSumber : Kompasiana Share this:Click to share on Twitter (Opens in new window)Click to share on Facebook (Opens in new window)Click to share on WhatsApp (Opens in new window)Like this:Like Loading... Related