You are here
Home > Featured > Toleransi Otentik Kristen – Muhammadiyah di Indonesia Timur

Toleransi Otentik Kristen – Muhammadiyah di Indonesia Timur

TERDAPAT pemandangan menarik ketika kita berkunjung ke sekolah atau kampus-kampus Muhammadiyah di Indonesia Timur seperti di Kupang Nusa Tenggara Timur dan Papua. Misalnya kita masuk ke Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) yang kini telah berubah menjadi Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong salah satu kampus Muhammadiyah di Papua Barat. Di sana, kita akan melihat banyak mahasiswa dengan dengan tampilan khasnya –salah satunya rambut keriting- berlalu lalang di kampus dengan jumlah mahasiswa sekitar dua ribu lima ratus orang.

Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong

Ternyata mereka memang penduduk Papua yang sedang menempuh pendidikan di kampus milik salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni Muhammadiyah. Menariknya lagi, mereka tidak hanya sebagai penduduk asli, tetapi juga beragama Kristen sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Papua.

Setelah kita telusuri, memang data yang di kampus tersebut menunjukkan bahwa 75% mahasiswa di kampus tersebut beragama Kristen dengan rincian Protestan 70% Protestan dan Katolik 5%. Mereka belajar dengan penuh damai, nyaman tanpa tekanan apalagi provokasi, demikian juga dengan keberagamaannya dapat dijalaninya tanpa gangguan apapun.

Bahkan, kampus milik Muhammadiyah ini menyediakan dosen mata kuliah Agama Kristen dari kalangan mereka sendiri pada semester pertama.

Dengan demikian, sekalipun mereka kuliah di kampus milik ormas Islam dengan jargon paham Islam yang berkemajuan ini, keberagamaannya tetap terjamin dengan baik. Tetap Kristen sekalipun telah menjadi sarjana berkat kampus Muhammadiyah. Mereka inilah kini popular dengan sebutan Krismuha : “Kristen-Muhammadiyah”, sebuah istilah yang secara logika agama tidak mungkin ada pembenarnya, tetapi secara sosiologis telah menjadi fakta yang tak terelakkan.

Tafsir, Ketua Pimpinan wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah

Sudah pasti telah ribuan para “Krismuha” dihasilkan oleh Muhammadiyah. Muhammadiyah telah dengan tekun, santun, jujur dan ikhlas mengantarkan mereka menjadi sarjana, dokter, perawat dan profesi lain yang tersebar di seluruh penjuru tanah air bahkan dunia. Menjadi fakta menarik, jika ada ormas Islam yang dengan sepenuh hati melayani dan mengantarkan orang Kristen menjadi sarjana dan berbagai profesi yang sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia, maka itulah Muhammadiyah.

Bagi Muhammadiyah tak perlu banyak wacana apalagi bicara tentang toleransi dan Kebhinnekaan. Fenomena Krismuha sudah lebih dari cukup bagaimana Muhammadiyah mengajarkan kepada bangsa ini cara bertoleransi dan berbhinneka tunggal ika. Muhammadiyah telah melakukan ini bukan ketika ada kesan bahwa sebagian Muslim di tanah air cenderung radikal dan berperilaku intoleran, tetapi telah dilakukannya jauh-jauh hari ketika orang bahkan belum bicara betapa pentingnya sikap toleran dan memahami kamajemukan.

Lebih dari semua itu, Muhammadiyah melakukannya tanpa tendensi apapun kecuali bagaimana membangun sikap yang telah menjadi karakternya sejak awal berdirinya, yakni untuk mencerahkan, memberdayakan dan memajukan umat Islam dan bangsa Indonesia. Muhammadiyah selalu ingin hadir untuk menjadi “Penolong Kesengsaraan Oemoem” (PKO).

Kini Muhammadiyah telah memaski usianya yang ke-106, suatu usia yang sangat matang untuk ukuran sebuah gerakan. Usianya jauh melebihi bangsanya, maka sudah sewajarnya Muhammadiyah menjadi tauladan, guru dan sang pencerah negeri yang majemuk ini. Kemampuannya membangun suasana dunia kampus di Indonesia Timur yang penuh damai, toleran dan mampu menjaga kenyamanan anak didiknya yang mayoritas Kristen tetap dalam keberagamaannya tanpa tekanan apapun.

Tidak tertutup kemungkinan model penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah di Indonesia Timur ini menjadi model bagaimana toleransi dan kebhinnekaan tidak saja diajarkan, tetapi pada saat yang sama dipraktekkan. Ketika komponen bangsa ini sedang galau bagaimana mengajarkan toleransi dan kebhinnekaan, Muhammadiyah tanpa banyak kata telah mengajarkannya.

Sumber : Tabloid Cermin.
Penulis : Tafsir, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah dan Dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang

Madi
Bukan siapa-siapa. Sekadar berbagi, menampilkan sisi humor Muhammadiyah yang selama ini jarang terekspos.

Silakan berdiskusi dengan sopan dan lucu

Top
%d bloggers like this: