You are here
Home > Opini Media > Malik Fadjar: Darah Guru, Darah Muhammadiyah

Malik Fadjar: Darah Guru, Darah Muhammadiyah

Dalam acara Refleksi Pendidikan dan Kebangsaan Setengah Abad Kiprah Malik Fadjar yang digelar pada tanggal 2 Mei 2009 di kantor PP Muhammadiyah Jakarta, Malik Fadjar banyak melontarkan pernyataan yang dapat dijadikan pedoman untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.

Kutipan Pikiran

Beberapa pernyataan yang disampaikan dalam forum tersebut diantaranya kami kutipkan disini sebagai bentuk apresiasi atas kiprah Beliau dalam memajukan pendidikan di Indonesia.

Pendidikan itu tidak pernah berakhir, saya sekarang juga masih jadi dosen, tetapi tidak boleh berhenti untuk belajar berpikir, sehingga ada istilah berpikir dan berpikir kembali. Think and re- think, shape and re-shape.

Abdul Malik Fadjar

Pendidikan itu harus dipikirkan dan dipikirkan kembali dan dibentuk dan dibentuk kembali. Kalimat lain termaktub:

Bangunlah pendidikan yang berdasarkan atas kondisi sosial budaya, adat istiadat, agama, dan tradisi. Jadikanlah pendidikan sebagai sumber kekuatan pembangunan masa depan. Tanpa itu pendidikan tidak akan bisa memenuhi harapan bagi peserta didik, masyarakat, dan Negara.

Abdul Malik fadjar

Menurut Malik Fadjar, pendidikan harus menggunakan pendekatan lebih humanis. Yaitu pendekatan yang mengatur keseimbangan antara head (rasio), heart (perasaan) dan hard (keterampilan).

Untuk membangun pendidikan yang paling penting bukanlah mendirikan gedung megah, tetapi proses pendidikan yang berlangsung secara menyenangkan, mengasikkan, sekaligus mencerdaskan. Pendidikan seperti ini hanya bisa dilakukan jika lembaga pendidkan itu tumbuh dan berkembang di atas basis masyarakat, agama, tradisi, dan akar sosial budaya. Pendidikan juga harus bisa membekali peserta didik dengan ilmu yang sesuai dengan zamannya. Peserta didik tidak akan hidup di masa sekarang, tetapi akan menjadi generasi masa depan.

Malik Fadjar, mantan Menteri Agama dan mantan Mendiknas ini juga mengkritik tentang kebaradaan lembaga pendidikan Islam:

Kapan umat Islam yang kaya dengan lembaga-lembaga pendidikan itu memiliki lembaga riset dan pengembangan pendidikan Islam yang tangguh dan mumpuni? Bukankah kita sudah memiliki modalnya, baik yang berupa tenaga ahli maupun berupa kelembagaan (pondok pesantren, madrasah, sekolah dan perguruan tinggi).

Abdul malik fadjar

Disisi lain, ia merasa bahagia jika anak didiknya berhasil dalam menempuh pendidikan. Yang paling membahagiakan adalah kalau kita ketemu anak didik kita yang sudah jadi orang. Anak didik yang saya ajar di SMP, sekarang sudah ada yang menjadi guru besar. Ada juga yang jadi perwira di kemiliteran dan ada juga yang jadi pengusaha sukses.

Kebahagiaan, seorang guru ada di situ, tidak diukur dari sebuah materi. Kalau kita melihat peserta anak didik kita jadi orang dan membanggakan sekaligus memberikan dedikasinya, itu sangat mengesankan. Sepertnya jerih payah, kelelahan-kelelahan yang dulu kita rasakan itu terobati dengan sendirinya.

abdul malik fadjar

Malik Fadjar juga berkomentar tentang kepemimpinan nasional bahwa Fungsi tugas kepemimpinan nasional itu adalah mengajak, membimbing dan mengerahkan seluruh warga bangsanya menyatu untuk membangun serta mengatasi persoalan-persoalan dalam perjalanan menuju cita-cita bangsa.

Tokoh langka

Prof Dr HA Malik Fadjar, MSc lahir di Yogyakarta, 22 Februari 1939. Ia merupakan tokoh langka yang dimiliki bangsa ini. Pak Malik, begitu biasa koleganya memanggil, adalah sosok yang menggeluti dunia pendidikan di hampir semua aspeknya.

Bermula dari kiprahnya sebagai praktisi pendidikan paling mendasar: sebagai seorang guru Sekolah Rakyat (SR) di daerah terpencil Sumbawa Besar pada ahun 1959, kemudian menjadi dosen di IAIN Sunan Ampel Malang, dosen dan dekan FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) hingga sukses menjadi rektor di dua universitas sekaligus, UMM dan Universitas Muhammadiyah Solo.

Sebagai anak seorang guru yang aktivis Muhammadiyah, Malik Fadjar adalah sosok yang mewarisi jiwa aktivis dan kepemimpinan ayahandanya Fadjar Martodihardjo di kalangan Muhammadiyah. Ia adalah tokoh tua yang mengayomi dan bijaksana. Pada diri Pak Malik, mengalir darah guru dan darah Muhammadiyah, kata Anwar Hudijono, penulis perjalanan hidup Abdul Malik Fadjar

Guru besar yang yang diperoleh dari IAIN sunan Ampel Malang (1996) dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2000) menambah karakter keguruannya yang tetap konsisten dipegangnya, menjadi guru bagi semua orang hingga sekarang.

Maka lengkaplah kiprah Malik Fadjar, sebagai praktisi pendidikan paling dasar, birokrat pendidikan, pemikr pendidikan hingga filosof pendidikan dan kebangsaan. Ibarat pena, Malik Fadjar adalah tinta yang tak pernah habis.

Selamat jalan Prof Malik..

Disarikan dari Liputan Sidik M Nasir di Majalah Pelita, Nopember 2009, sumber: muhammadiyahstudies

Madi
Bukan siapa-siapa. Sekadar berbagi, menampilkan sisi humor Muhammadiyah yang selama ini jarang terekspos.

Silakan berdiskusi dengan sopan dan lucu

Top
%d bloggers like this: