Mengejar Keberhasilan Dakwah Virtual Muhammadiyah Opini Media by Madi - October 17, 2019October 17, 2019 Kehadiran internet membawa manusia pada zaman baru. Ilmu pengetahuan dan segala hal yang sebelumnya hanya bisa diakses melalui sekolah, membaca buku atau nongkrong seharian di perpustakaan sekarang bisa dengan mudah dilakukan. Dengan hanya duduk di depan laptop atau memegang smartphone sambil rebahan, beragam informasi bisa diakses. Demikian juga pengetahuan agama. Jika dulu hanya bisa diperoleh melalui pondok pesantren, menguasai kitab kuning, boarding school atau pengajian rutin, maka sekarang ini semua orang bisa belajar agama melalui internet. Orang bisa mengaji kapan saja di sela kesibukannya melalui kanal YouTube, tanpa harus menghadiri pengajian secara fisik. Kecenderungan beragama secara instan lainnya adalah kebiasaan menanyakan hukum melalui internet. Dengan wasilah pintu ajaib bernama mesin pencari, warganet bertanya hukum segala macam perbuatan atau aktivitas secara hitam putih dari perspektif fikih. Generasi instan tak perlu susah-susah mengkaji asbabun nuzul ayat, sanad matan hadis, pendapat ulama salaf. Apalagi sampai menjadikan kondisi sosial kemasyarakatan umat Islam zaman dahulu sebagai pertimbangan. Semuanya sudah tersaji matang dalam kesimpulan rujukan artikel: perbuatan tersebut tidak ada di zaman Rasulullah dan para sahabat maka hukumnya bla bla bla. Siapa Merajai Mesin Pencari? Beragama secara instan sangat mengandalkan internet sebagai sumber pengetahuan. Pintu masuknya adalah search engine atau mesin pencari, senjata utamanya adalah keyword atau kata kunci. Yang terpopuler tentu saja Google. Hanya dalam hitungan milidetik, puluhan halaman hasil pencarian akan ditampilkan di layar. Boleh jadi mesin pencari Google bekerja lebih cepat daripada saat jin ifrit memindahkan singgasana Ratu Bilqis ke istana Nabi Sulaiman. Hasil pencarian kemudian ditampilkan per halaman. Tentu saja, website yang berpeluang besar banyak dibuka adalah website di halaman pertama. Karena itu semua berlomba untuk dapat tampil di halaman pertama pencarian sesuai kata kunci yang dimasukkan. Dari pengamatan saat menggunakan mesin pencari, penulis jarang menemukan website berafiliasi Muhammadiyah tampil di halaman pertama. Padahal Muhammadiyah memiliki majelis yang mengeluarkan fatwa dan menjawab pertanyaan jamaah secara rutin. Sebagian pertanyaan dibahas dan diterbitkan di majalah Suara Muhammadiyah. Pembahasan tersebut kemudian dikompilasi dalam Buku Tanya Jawab Agama, sampai saat ini telah dicetak hingga 8 jilid. Tetapi mengapa materi ini jarang sekali menjadi rujukan utama warganet, termasuk warganet Muhammadiyah sendiri? Maka mari kita kembali ke soal mesin pencari tadi. Saat bertanya kepada “Syaikh Google Al Yutubi”, setiap pencarian akan menghasilkan ribuan hingga ratusan ribu artikel terkait. Website apa saja yang ada di halaman pertama mesin pencari? Berafiliasi kemana mereka? Harus diakui jawara di mesin pencari saat ini adalah salafi kemudian Nahdlatul Ulama. Nggak percaya? Silakan buktikan sendiri. Mengejar Keberhasilan Dakwah Virtual Muhammadiyah Tulisan ini ditutup dengan pertanyaan, apa yang harus dilakukan Muhammadiyah? Berdiam diri dan melepaskan dunia maya dari sasaran dakwah atau harus bagaimana? Jawabannya ada dua. Pertama, oleh pimpinan persyarikatan (termasuk majlis dan amal usaha di semua tingkatan). Kedua, oleh warganet Muhammadiyah atau mereka yang memang ingin menjadikan Muhammadiyah sebagai rujukan. Pimpinan persyarikatan beserta semua perangkatnya wa bilkhusus Majelis Tarjih dan Majelis Tabligh perlu memperbanyak konten yang bersumber pada pemahaman dan produk ijtihad Muhammadiyah. Mengemasnya dengan apik lalu menyebarkannya secara masif di internet. Konten yang berkualitas dan dikemas dengan baik akan lebih mudah diterima pasar. Penyampaian hasil putusan tarjih juga perlu disampaikan dalam bahasa lebih sederhana. Sehingga menjangkau khalayak luas tanpa meninggalkan ciri khas tarjih, yaitu mengambil pendapat paling sahih. Bicara tentang penyebaran konten, Majelis Pustaka Informasi (MPI) bisa berperan besar. Putusan dan tatwa diproduksi Majelis Tarjih, disebarkan dan dirujuk oleh Majelis Tabligh dan dilambungkan ke page one oleh MPI. Upaya menayangkan fatwa dan putusan tarjih melalui infografis di media sosial yang telah dilakukan tim IT muhammadiyah.id patut diapresiasi. Namun alangkah baiknya jika di laman resmi persyarikatan dilengkapi dengan menu Fatwa Tarjih untuk memperkaya konten. *** Sebagai penutup, bagi warganet Muhammadiyah sudah saatnya menjadikan website atau aplikasi yang berafiliasi dengan Muhammadiyah sebagai rujukan utama. Tambahkan saja kata “Muhammadiyah” atau “menurut Muhammadiyah” pada saat melakukan pencarian, maka website berafiliasi Muhammadiyah akan muncul dengan sendirinya. Selain itu ada baiknya warganet sering membuka dan merujuk pada website resmi persyarikatan atau website yang berafiliasi dengan persyarikatan. Untuk menyebut beberapa contoh diantaranya tarjih.or.id, suaramuhammadiyah.id, IBTimes.id, kemuhammadiyahan.com atau tanyajawabagama.com. Semakin sering website tersebut diakses akan memperbesar peluang naik peringkat hingga menembus halaman pertama mesin pencari. Penulis Sam Elqudsy,Sumber ibtimes.id Share this:Click to share on Twitter (Opens in new window)Click to share on Facebook (Opens in new window)Click to share on WhatsApp (Opens in new window)Like this:Like Loading... Related