You are here
Home > Opini Media > Benarkah Muhammadiyah Tidak Memiliki Pondok Pesantren?

Benarkah Muhammadiyah Tidak Memiliki Pondok Pesantren?

Sistem Kebut Semalam ternyata tidak hanya dilakukan mahasiswa menjelang ujian saja, tetapi juga dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat dalam mengejar target program legislasi nasional. Sejak memasuki masa sidang terkahir, 16 Agustus 2019, DPR seolah mengebut pengesahan sejumlah rancangan undang-undang, termasuk RUU Pesantren.

Meskipun ada keberatan dari sejumlah ormas Islam termasuk Muhammadiyah, DPR tetap mengesahkan RUU Pesantren pada hari Selasa (24/9). Laman nuonline.or.id menyebut pengesahan RUU Pesantren ini disambut dengan shalawat badar dan lantunan Ya Lal Wathan oleh hadirin.

Pokok Keberatan Terhadap RUU Pesantren

Dalam surat yang disampaikan kepada DPR sebelum RUU Pesantren disahkan, Muhammadiyah bersama sejumlah Ormas menyebut nomenklatur dan substansi yang diatur dalam RUU Pesantren tidak mencerminkan dinamika pertumbuhan dan perkembangan pesantren saat ini sesuai tuntutan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketentuan dalam RUU Pesantren juga hanya mengakomodir dan mengatur pesantren yang berbasis kitab kuning atau dirasah islamiyah dengan pola pendidikan muallimin. Sehingga, belum mengakomodir keberagaman pesantren sesuai tuntutan pertumbuhan dan perkembangan pesantren.

Definisi pesantren juga dinilai perlu ada penambahan. Sebagaimana diketahui, definisi pendidikan pesantren dalam RUU Pesantren adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh dan berada di lingkungan pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai kekhasan pesantren dengan berbasis pada kitab kuning, dirasah islamiyah dengan pola pendidikan muallimin. Definisi tersebut perlu dilengkapi dengan klausa “atau pola lainnya yaitu pesantren yang mengembangkan kurikulum berbasis dirasah islamiyah yang terintegrasi dengan pendidikan umum (sekolah atau madrasah).

Ketua Komisi VII DPR, Ali Taher menyebut bahwa seluruh aspirasi telah ditampung, termasuk dari Muhammadiyah.

Benarkah Muhammadiyah Tidak Memiliki Pondok Pesantren?

Pondok pesantren (ponpes) adalah salah satu ‘Kawah Candradimuka’ kader Muhammadiyah. Tidak sedikit pemimpin Muhammadiyah, baik di tingkat ranting sampai pusat, yang lahir dari ponpes.

Kegiatan Pembentukan Karakter Santri Muhammadiyah Kudus

Lembaga Pengembangan Pesantren (LP2) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan, dalam lima tahun terakhir pertumbuhan pesantren Muhammadiyah sangat pesat. Jumlah pesantren Muhammadiyah bertambah dua kali lipat dalam lima tahun terakhir.

“Sebelum Muktamar Muhammadiyah di Makassar pada 2015, kami hanya memiliki sekitar 150 pesantren. Saat ini kami memiliki lebih dari 325 pesantren tersebar di hampir seluruh wilayah Tanah Air,” kata Sekretaris LP2 Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhbib Abdul Wahab kepada Republika.co.id, Ahad (21/10/2018).

Jumlah tersebut adalah jumlah pesantren struktural atau yang dikelola secara resmi oleh Persyarikatan Muhammadiyah. Jika menghitung pesantren kultural Muhammadiyah dan Ponpes yang dimiliki dan dikelola simpatisan Muhammadiyah, jumlahnya bisa lebih banyak lagi.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr. Haedar Nashir, M.Si menyebut bahwa konsep pesantren yang dikelola Muhammadiyah adalah pesantren pembaruan atau modern, serta terintegrasi dengan pendidikan umum sekolah atau madrasah. Sekarang pesantren Muhammadiyah memiliki brand image yang sangat diminati masyarakat. Yaitu Muhammadiyah Boarding School (MBS) dan pesantren sains (Trensains).

Jambore Nasional Santri Ponpes Muhammadiyah

Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah juga terus mendorong adanya standarisasi pesantren Muhammadiyah agar kualitasnya bisa merata antara satu daerah dan daerah lain dengan tetap mempertahankan ciri khas pesantren. Yunahar Ilyas, Ketua PP Muhammadiyah menyebut tiga hal sebagai ciri khas yang harus ada di pesantren Muhammadiyah yaitu Kiai, adanya pengajaran bahasa Arab dan kesalehan.

“Alumni dari ponpes harus memiliki kesalehan, baik dalam pikiran dan juga tindakan sebagai hasil dari asuhan dan asahan selama berada di ponpes. Karena ini yang menjadi pembuktian dari pembentukan karakter oleh ponpes sebagai sebuah institusi pendidikan.”

Yunahar Ilyas

Sejarah Pesantren di Muhammadiyah

Pondok pesantren pertama yang didirikan oleh Muhammadiyah adalah Ponpes Muallimin yang didirikan KH Ahmad Dahlan pada tahun 1918. Sejak awal Ponpes Muallimin dipadukan dengan Madrasah Muallimin sebagai sekolah formal.

Santri Muhammadiyah di Era Revolusi

Berawal dari Qismul Arqa’, sebuah kelas khusus yang mengajarkan ilmu agama, kemudian pada tahun 1921 berkembang menjadi Pondok Muhammadiyah sebagai lembaga pendidikan khusus yang mencetak guru agama. Dalam perkembangan berikutnya, pada tahun 1923, Pondok Muhammadiyah berubah menjadi Kweekschool Muhammadiyah, lalu berubah pada tahun 1932 menjadi Madrasah Muallimin Muhammadiyah hingga kini.

Selain Muallimin Yogyakarta, pondok pesantren Muhammadiyah yang memiliki sejarah panjang dan menelurkan kader Muhammadiyah handal antara lain Darul Arqam Muhammadiyah Garut, Ponpes Modern Imam Syuhodo Sukoharjo, Ponpes Muhammadiyah Kudus dan sebagainya.

Sam Elqudsy, dari berbagai sumber.

Madi
Bukan siapa-siapa. Sekadar berbagi, menampilkan sisi humor Muhammadiyah yang selama ini jarang terekspos.

Silakan berdiskusi dengan sopan dan lucu

Top
%d bloggers like this: