Muktamar Muhammadiyah: Memilih Pimpinan Muhammadiyah yang Nggak Lucu Opini Media by Madi - November 7, 2022November 7, 2022 Hendra Hari Wahyudi* Jika Ustadz Nurbani Yusuf dalam tulisannya menyampaikan bahwa Muhammadiyah butuh ulama jenaka, maka saya pun demikian kiranya. Muhammadiyah yang dikenal sebagai organisasi yang ‘terlalu serius’, kadang sampai terasa lupa dengan candaan yang ‘renyah’ didengar. Memang Muhammadiyah memiliki tokoh-tokoh yang lucu dalam setiap penyampaian sambutannya, seperti Prof. Abdul Mu’ti “Bapak Muhammadiyin Garis Lucu”. Namun memang terasa berbeda dengan Nahdlatul Ulama, yang dimana orang-orang Nahdliyin memang lebih banyak yang bisa membuat joke-joke yang memecah ketegangan suasana. Semakin mendekati hari H Muktamar Muhammadiyah, semakin banyak pula nama-nama yang diusulkan oleh netizen Muhammadiyah untuk masuk ke dalam 13 formatur. Dari yang disebut Prof. Din Syamsuddin dengan istilah ‘darah segar’, hingga nama tokoh-tokoh muda Muhammadiyah yang diusulkan untuk mengisi ketiga belas kursi kepemimpinan Persyarikatan. Ya, rasanya memang sudah seharusnya Muhammadiyah sedari Pusat hingga Ranting untuk ‘menyegarkan’ roda organisasi di era digital seperti sekarang. Muhammadiyah sekarang harus bisa melihat kebutuhan di masa yang akan datang, seperti dawuh Kyai Dahlan, “Muhammadiyah sekarang ini, lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka, teruslah kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan dimana saja.” Maka Muhammadiyah tidak hanya butuh ulama yang jenaka, tetapi juga ilmuan yang humoris, akademisi yang tidak cuma lucu tapi juga berilmu. Dan saya yakin, banyak sekali stok-stok tokoh seperti itu di Persyarikatan ini. Meski Muhammadiyah sudah merambah berbagai aspek dari pendidikan, sosial, kesehatan, dan lainnya. Bahkan, Muhammadiyah sudah menjadi organisasi kelas Internasional, namun kedepan mungkin bukan hanya ‘darah segar’ saja yang dibutuhkan. Tetapi juga cara dakwah yang lebih segar, dan ‘renyah’ ketika dinikmati oleh jamaah. Misal, lebih memasifkan dakwah kekinian yang ramah dengan generasi digital. Tapi jika melihat suasana yang butuh hal-hal yang tidak terlalu tegang, hal yang serius namun disampaikan dengan cara yang santai. Penyegaran bukan hanya ditubuh pimpinan, namun juga program yang lebih mengena di masyarakat khususnya bagi warga Muhammadiyah sendiri. Biar tidak membangun AUM saja, tapi juga memikirkan kesejahteraan mereka yang memakmurkan AUM. Untuk itu, Muhammadiyah butuh sosok pimpinan yang gak lucu. Mampu menarasikan pemikiran dan mengamalkan didalam gerakan. Tidak hanya humoris namun juga humanis, bukan hanya menjaga ideologi Persyarikatan tapi juga menjaga kemaslahatan. Muhammadiyah punya banyak orang-orang semacam itu, dimulai dari Muktamar dan harusnya merambat ke Musyawarah Wilayah, Daerah, Cabang, sampai Ranting. Muhammadiyah kan kaya, kaya orang-orang yang berintelektual, bermoral, AUM yang besar, jamaah yang banyak, serta aset kader yang tak sedikit. Maka sudah seharusnya melakukan regenerasi guna menjaga keseimbangan gerakan di era yang maju, sudah seharusnya Persyarikatan ini memiliki pimpinan yang berkemajuan. Punya inovasi dan gerakan yang mampu memberikan perubahan dikala gempuran dan kemunduran perilaku kemanusiaan, biar jadi pimpinan bukan sebagai rutinan untuk mengisi posisi setelah pemilihan. Kalau itu masih ada dan yang memimpin itu-itu saja, maka akan terlihat lucu karena merawat Muhammadiyah bukan untuk gaya-gayaan atau bahkan lucu-lucuan. *** Jadi, Muktamar kali ini dan hingga Musyawarah-Musyawarah dibawahnya yang auto mengikuti (pergantian kepemimpinan), haruslah menjadi momen Muhammadiyah untuk memilih pimpinan yang gak lucu. Yang tidak hanya memanfaatkan posisi untuk kepentingan politik pribadi, bukan untuk melenggangkan kaki menuju kursi. Tetapi kesempatan untuk membuat program-program yang segar dengan pemikiran-pemikiran dari para ‘darah segar’, sehingga Muhammadiyah mampu memberikan kenyamanan warganya, anggotanya yang ada dirumahnya sendiri (AUM). Agar tak seakan menjadi tamu di tempat organisasinya sendiri, lebih memikirkan guru-guru supaya tak cuma fokus Internasionalisasi. Bayangkan di setiap tingkatan dari Pusat hingga Ranting, Muhammadiyah memiliki pimpinan yang punya gagasan yang keren namun orangnya humoris. Tentunya ingatan kita akan tertuju pada Pak AR Fachruddin. Tetap santai menghadapi situasi genting, tetep kalem meski dalam keadaan yang harusnya serius. Dakwahnya yang menggembirakan dan menceriakan mampu membuat beliau bertahan ditengah suasana yang menegangkan sekalipun. Sikapnya yang unik dan menarik membuat beliau dicintai oleh warga Muhammadiyah dan juga masyarakat. Menandakan bahwa sebenarnya orang-orang Muhammadiyah meski gak banyak yang lucu, namun tak jarang juga yang memiliki cita rasa humoris yang tinggi dan penuh dengan makna dan keilmuan. Bukan guyonan yang sembarangan, tetapi guyon yang maton semacam yang dilakukan Prof. Abdul Mu’ti. Di Solo nanti, tak hanya jalin ukhuwah. Di Solo nanti jadikan tempat untuk membuat suatu inovasi melalui narasi-narasi yang menyegarkan dakwah organisasi. Di Solo nanti, bagi kita penggembira ya cukup menikmati kopi ditengah suasana Manahan, UMS, atau De Tjolomadu yang penuh dengan senyum kegembiraan para Musyawirin dan penyemarak yang baik hati. Muktamar ke-48 menjadi langkah baru dalam menentukan cara dan langkah dakwah yang baru, menjadi awal dimulainya ‘darah segar’ dalam memimpin Muhammadiyah di era baru. Sehingga benar-benar tidak hanya Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta, tetapi juga Menggembirakan Indonesia dan Menceriakan Semesta. (*) Share this:Click to share on Twitter (Opens in new window)Click to share on Facebook (Opens in new window)Click to share on WhatsApp (Opens in new window)Like this:Like Loading... Related