Mungkin Muhammadiyah Nggak Perlu Ada Netijen Sharing by Madi - March 5, 2020March 5, 2020 Ya, sesorean tadi saya merenung, mungkin Muhammadiyah nggak perlu ada. Agar bangsa ini tidak terlalu gaduh. Biar nggak ada politisi memanfaatkan Muhammadiyah yang tadinya dukung X kemudian masuk kabinet koalisi lawannya. Juga biar nggak ramai lagi soal tepo seliro apalagi tolak menolak pengajian. Bagus juga, biar tidak terlalu ramai soal bid’ah ataupun khurafat… biarkan salafi saja. Dan salah satu yang penting: biar lebarannya sama semua. Ada yang bilang, rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan Muhammadiyah ada 400-an. Satu rumah sakit ada yang melayani pasien rawat inap 1000-an orang per bulan, rawat jalan 16-ribuan pasien per bulan, operasi 400-an pasien per bulan. Mayoritas BPJS. Ini angka yang kecil dan tidak signifikan jika dibandingkan total rumah sakit di Indonesia yang jumlahnya 2800-an. Jadi, kalau nggak ada, nggak masalah. Soal sekolah menengahnya, ada sekitar 19-ribuan. Kalau setiap sekolah berisi 100 siswa, berarti yang sekolah di Muhammadiyah cuma dua jutaan anak. Ya kalau dikatrol tiga jutaan lah. Tentu angka ini kecil dibandingkan jumlah sekolah di Indonesia yang mencapai 300 ribuan, yang artinya siswanya dua puluh delapan jutaan anak. Jadi kalau nggak ada sekolah Muhammadiyah ya nggak papa juga sebenarnya. Daftar Amal Usaha Muhammadiyah Perguruan tinggi Muhammadiyah ada 170-an buah. Ini kecil dibandingkan total sak Indonesia yang berjumlah 4500-an, yang di antaranya 120-an perguruan tinggi negeri. Angka 170-an tidak ada apa-apanya dibanding 4500. Nggak kerasa kerasa kalau ditutup. Angka panti asuhan malah lebih kecil lagi, cuma 300-an. Mungkin tidak signifikan untuk merawat anak yatim se-Indonesia. Demikian juga panti jompo, panti rehabilitasi difabel, SLB yang angkanya jauh lebih kecil, cuma puluhan, sehingga jauh dari signifikan. Lalu ke mana orang sakit berobat, anak-anak sekolah, setelah lulus masuk kuliah? Ya masih sangat banyak fasilitas yang dimiliki negara, apalagi sedang pembangunan infrastruktur besar-besaran. Dan memang pada dasarnya semua itu kewajiban negara. Jadi sesuai undang-undang, semua kembalikan menjadi urusan negara. Kalau bencana gimana? Penanganan ribuan pasien, pembangunan 650-an rumah di Lombok dan 1000 rumah di Sultra pasca bencana oleh Muhammadiyah mungkin tidak perlu, karena jelas negara menjamin itu. Tanpa dibangun Muhammadiyah juga nggak masalah. Simulasi Penanganan Pasien Korona di Rumah Sakit Muhammadiyah Ala kulli hal, mungkin memang tidak perlu ada Muhammadiyah. Pimpinan, pengurus dan relawan Muhammadiyah yang 4% atau paling banter 10% populasi itu kembali jadi masyarakat biasa saja.. bekerja, cari makan, piknik, beranak-pinak. Seperti masyarakat normal pada umumnya. Ndak repot simulasi penanganan korona segala, dan orang Muhammadiyah nggak merasa besar, karena memang faktanya angkanya kecil. “Mungkin Muhammadiyah nggak perlu ada, biar bangsa ini tenang, nggak gaduh.”ALIM Penulis: Alim Share this:Click to share on Twitter (Opens in new window)Click to share on Facebook (Opens in new window)Click to share on WhatsApp (Opens in new window)Like this:Like Loading... Related