Rumah Netijen Sharing by Madi - August 25, 2020August 25, 2020 Rumah tua itu memang tidak ideal seperti rumah-rumah yang lain. Namun, para penghuni rumah tetap sayang dengan keberadaan rumah. “Kita harus bangun ulang rumah baru di sini.” Seru Pak Ati. “Lihat tuh, atap-atapnya banyak yang bocor.” “Tiang-tiangnya nggak lurus.” “Kita nggak bisa hidup dalam rumah ini, nggak sesuai kaidah perancangan bangunan yang benar!” Sebagai penghuni rumah, Pak Ati terus saja mengajak penghuni lainnya untuk membangun rumah baru, di lokasi rumah lama itu. Baginya, rumah itu tidak mendatangkan kenyamanan. Pak Ati juga menyalahkan penghuni rumah lain, kenapa rumah itu sering diperbaiki oleh tukang lain, bukan oleh mereka sendiri. Menurut Pak Ati, tukang lain itu tidak punya ilmu membangun yang sesuai dengan aturannya. Rumah tua itu memang tidak ideal seperti rumah-rumah yang lain. Namun, para penghuni rumah tetap sayang dengan keberadaannya. Rumah yang adem, kata mereka. Rumah itu memiliki banyak kamar untuk dihuni. Ada kamar yang menghadap barat, ada yang menghadap timur, ada pula yang di tengah-tengah. Semua penghuni memiliki kemampuan bertukang. Meskipun beda cara bertukang, tujuannya sama: memiliki rumah yang nyaman. Ada Pak Madi, yang setia merawat kamar mandi. Baginya, kamar mandi adalah salah satu ruang di rumah yang harus diperhatikan, karena selalu dibutuhkan oleh semua penghuni rumah. Ada pula Pak Inu, yang selalu merawat ruang keluarga. Menurut Pak Inu, ruang keluarga itu mampu menampung banyak penghuni, untuk berbagai aktifitas. Pak Madi, Pak Inu, dan para penghuni rumah lain memang tau, kondisi rumah mereka tidaklah ideal. Tapi mereka juga tau diri, kemampuan mereka membangun rumah terbatas. Hanya dengan merawat rumah setiap hari, mereka yakin rumah itu tetap nyaman. Tidak perlu merobohkan rumah yang sudah jadi. Tidak perlu membongkar pondasi. Karena mereka tau, ketika ada pondasi yang dirobohkan, pasti mengorbankan bagian rumah yang lain. Sama saja mengatasi masalah dengan masalah. Pak Madi dan para penghuni rumah tidak sependapat dengan Pak Ati dalam hal ini. Pak Ati selalu saja bernarasi tentang membangun rumah baru, tapi tidak jelas cara apa yang hendak dipakai. Bagi Pak Madi dan yang lainnya, rumah baru itu bisa saja dibangun di lokasi rumah lama, tapi harus jelas metodenya. Bukan hanya semata keinginan saja, tanpa ilmu memadai. Suatu ketika, salah satu penghuni rumah berbisik-bisik kepada Pak Madi dan lainnya. “Eh, tau nggak, Pak Ati itu kan dulu pernah tinggal di rumah Pak Saud. Pernah tinggal di rumah Bu Mala. Di rumah Pak Mesi. Bu Dania. Bu Erma. Bu Suri. Pak Tur. Bu Rusi. Ngerti ora, Pak Ati diusir dari rumah-rumah itu” “Lho kok bisa, Bu?” tanya salah satu penghuni lain. “Lho, ya, iyo. Wong hobinya nggedebus. Ngomong mau bangun rumah baru terus, tapi nggak jelas. Yo diusirlah. Selak keburu bikin perkara.” Jawabnya. “Emangnya bisa sih nggak Bu, kita bikin rumah baru?” tanya penghuni rumah. “Lho, jelas, to. Njenengan tinggal cari tanah baru, di pojokan kampung. Trus bangun itu rumah. Nek wis jadi, tinggal ajak yang lain tinggal di situ. Dadi wong ki mbok sing solutip.” jawab ketus Ibu penghuni rumah yang bernama Bu Tejo. Lho lha iyooo.. Penulis Yusuf Fatur, Interisti sepenuh hati. Share this:Click to share on Twitter (Opens in new window)Click to share on Facebook (Opens in new window)Click to share on WhatsApp (Opens in new window)Like this:Like Loading... Related