Sekelumit Kisah Tentang Buya Yunahar Ilyas Netijen Sharing by Madi - June 19, 2019June 19, 2019 Dalam sebuah kesempatan mengikuti Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah di Jakarta dengan tema “Diplomasi Arab Saudi dan Masa Depan Islam Moderat di Indonesia”, secara tidak sengaja saya bertemu dengan Buya Yunahar Ilyas, salah satu Ketua PP Muhammadiyah. Pengajian biasanya dilaksanakan malam hari, sementara saya sebagai orang dari luar daerah datang lebih awal sembari menikmati beragam kegiatan yang ada disana. Penulis Bersama Buya Yunahar Ilyas (dokumentasi pribadi) Siang hari sebelum pengajian, di Aula Gedung KH Ahmad Dahlan sedang ada acara tanda tangan nota kesepemahaman antara PP Muhammadiyah dan PB Nahdlatul Wathan. Dalam acara tersebut hadir beberapa tokoh PP Muhammadiyah antara lain Ketum Haedar Nashir, Sekum Pak Abdul Mu’ti, termasuk Buya Yunahar Ilyas. Setelah acara selesai saya melihat Pak Yun (Panggilan akrab Buya Yunahar Ilyas) berdiri agak jauh dari kerumunan media, wartawan dan para hadirin. Rasanya saya mau menyapa dan menemani ngobrol tapi takut beliau tidak kenal. Nanti dibilang ini siapa ada orang asing kok sok kenal menyapa, kader dari mana nih dan saya ragu nanti mau basa basinya dengan Pak Yun harus bagaimana, dalam benak saya. Apa hanya ingin sekedar foto terus pergi meninggalkan begitu saja? Tentu saja tidak. Akhirnya saya memberanikan diri untuk menyapa dan meminta foto dengan Pak Yun. Ternyata beliau berbeda dengan kebanyakan tokoh publik atau politisi di negara ini. Walapun tidak kenal sebelumnya, saya tetap disambut baik dan akrab. Bahkan beliau sempat berpesan sambil menepuk pundak saya, namun sayangnya saya lupa apa pesan Beliau waktu itu. Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah Ternyata yang mengisi pengajian ada salah satunya Pak Yunahar. Diantara materi yang bisa saya tangkap adalah, “perbuatan yang kita anggap Radikal di Indonesia tapi disuatu negara kalau didukung pemerintah negara tersebut namanya bukan radikal.” Seperti misalnya, zaman dulu Syaikh Muhammad Ibnu Abdul Wahab membereskan patung patung dan menghancurkan agar masyarakat tidak terjerumus ke bid’ah, takhayul dan khurofat. Tapi karena memang pada waktu itu pemerintah kerajaan Arab mendukung Fatwa Syaik Muhammad Ibnu Abdul Wahab, maka perbuatan tersebut tidak dianggap radikal karena sesuai dengan sistem negara pada waktu zamannya begitu. Ternyata Pak Yun juga pandai berkelakar. Karena tema pengajian seputar diplomasi Arab Saudi, Pak Yun juga membuat jokes seputar Arab Saudi. Dua kali Pak Yunahar bertemu dengan Raja Salman, di Arab Saudi sewaktu masih menjadi Gubernur dan di Indonesia ketika sudah menjadi Raja, dalam pertemuan antara Raja Salman dengan para tokoh Islam Indonesia. Dalam Bahasa Arab yang fasih, Pak Yun bercerita kepada Raja Salman bahwa beliau adalah keluarga Raja Arab. Raja Salman tentu saja kaget mendengar cerita itu. “Bagaimana mungkin ada keturunan Raja Arab di Indonesia?” Usut punya usut, ternyata Pak Yun pernah belajar di King Saud University yaitu Universitas Keluarga Kerajaan, Jadi masuk bagian keluarga Kerajaan Arab. Ada-ada saja, Buya. Penulis : Adis Setiawan Share this:Click to share on Twitter (Opens in new window)Click to share on Facebook (Opens in new window)Click to share on WhatsApp (Opens in new window)Like this:Like Loading... Related