Teguran Pak Azhar Basyir Anekdot by Madi - July 15, 2022July 15, 2022 Nur Cholis Huda KH. Ahmad Azhar Basyir MA adalah Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1990-1995. Beliau ulama ahli fiqih, menjadi anggota tetap Akademi Fiqik Islam OKI mewakili Indonesia, menguasai filsafat Islam dan ilmu kalam. Sayang tidak sempat menyelesaikan jabatannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat karena wafat pada bulan Juni 1994. Kemudian periode tersebut dilanjutkan oleh Pak Amien Rais yang saat itu menjadi wakil ketua. Menjadi keinginan tiap pimpinan Persyarikatan bisa menggerakkan dakwah sampai pada ranting paling terpencil, di dusun-dusun paling jauh. Inilah yang juga menjadi kepedulian KH Azhar Basyir. Suatu hari, beliau diundang salah satu ranting sebuah desa di cabang Panceng Gresik, sekitar 50 km dari Surabaya. Lewat tengah malam acara baru selesai karena banyak acara tambahan berupa kesenian dan sambutan. Dalam perjalanan kembali ke Surabaya padahal besok acaranya masih di Gresik. Pak Azhar saya antar ke hotel Majapahit di jalan Tunjungan Surabaya. Ketika mau pamit, Pak Azhar menyuruh saya duduk. “Mengapa saya diinapkan di hotel Surabaya? Apa sekarang sudah tidak ada warga Muhammadiyah yang rumahnya bersedia diinapi Ketua PP?” tanya pak Azhar dengan senyum. Saya tertegun, terdiam beberapa saat. “Mohon maaf, niat kawan-kawan hanya berharap Bapak dapat beristirahat enak dan bebas,” jawab saya. “Kalau ranting harus mengeluarkan biaya besar tiap kali pengajian, bisa mati pengajian di ranting, padahal itu penting sekali,” kata Pak Azhar. “Pengajian di ranting itu salah satu nafas kehidupan Persyarikatan.” Dalam perjalanan pulang, kalimat-kalimat Pak Azhar masih terngiang di telinga. Bahkan sampai esok paginya ketika mengantar Pak Azhar kembali ke Gresik. Banyak pesan dari teguran Pak Azhar itu. pertama mencerminkan kesederhanaan beliau. Seorang ketua PP Muhammadiyah tidak membutuhkan layanan istimewa, tidak harus tidur di hotel. Tidur di rumah warga pun tidak apa-apa daripada memberatkan panitia. Pesan lainnya, pak Azhar mempertegas posisi ranting sebagai ujung tombak. Geliat ranting adalah geliat Persyarikatan. Tombak itu harus dipertajam. Jika ujung tombak tumpul, maka persyarikatan akan kehilangan daya gigitnya karena tidak lagi bertaring bahkan ompong tanpa gigi. Betapa banyak organisasi di negeri ini yang hanya berdiri papan namanya tanpa pernah jelas kerja dan pengabdiannya. Sumber: Anekdot Tokoh-Tokoh Muhammadiyah Share this:Click to share on Twitter (Opens in new window)Click to share on Facebook (Opens in new window)Click to share on WhatsApp (Opens in new window)Like this:Like Loading... Related