Tiga Kategori Sarjana Menurut Abdul Mu’ti Opini Media by Madi - August 6, 2022August 6, 2022 Tak salah rasanya bila Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dr Abdul Mu’ti MEd digelari “Bapak Muhammadiyah Garis Lucu”. Atau bisa dikatakan, Guru Besar Pendidikan Islam UIN Syarif Hidayatullah tersebut sebagai AR Fakhruddin-nya Muhammadiyah masa kini, yang selalu menyelipkan joke ketika berceramah/orasi ilmiah. Hal itu tampak ketika mantan Ketua PP Pemuda Muhammadiyah periode 2002-2006 itu berorasi di hadapan para wisudawan/wisudawati UM Bandung, Sabtu (14/05/2022), di Auditorium KH Ahmad Dahlan UM Bandung. Sebelum menyampaikan orasi ilmiahnya, Abdul Mu’ti terlebih dahulu membawakan dua pantun: Makan donat di restoran Jangan lupa ajaklah teman Selamat kepada para lulusan Semoga menjadi kader bangsa yang berkemajuan *** Burung tekukur hinggap di pohon Menyanyi riang menyambut pagi Selalu bersyukur kepada Tuhan Untuk yang wisudawan siap meminang calon istri Kontan saja, pantun yang dilontarkan pria kelahiran Kudus 2 September 1968 itu memancing tepuk tangan dan gelak tawa hadirin, terutama pantun yang kedua. Penulis produktif di berbagai media tersebut menyampaikan 3 kategori sarjana/lulusan universitas. Pertama, sarjana sebagai job seeker. Biasanya, para lulusan kampus melamar kerja ke berbagai perusahaan dan lembaga. “Andai setelah mencari kerja tidak diterima oleh suatu perusahaan, maka silakan bergabung dengan partai politik. Tak sedikit parpol kita yang kekurangan kader. Karena dari parpol lah, selama ini banyak yang lahir sebagai pemimpin yang berpengaruh,” ungkap Abdul Mu’ti. Kedua, sarjana sebagai problem solver. “Sarjana yang begini, dia cenderung responsif, bukan hanya menyelesaikan masalah dirinya, melainkan juga publik,” terang pria yang aktif di media sosial itu. Adapun yang ketiga, papar Abdul Mu’ti, yakni sarjana sebagai inspirator. “Dia menginspirasi banyak orang dengan ilmunya. Atau dia bukan saja jadi job seeker, tapi juga job creator,” katanya. Tak hanya itu, pria berkaca mata itu juga menyinggung soal era disrupsi yang berpengaruh terhadap bidang pekerjaan. “Bayangkan, banyak ribuan jenis pekerjaan yang hilang, tapi melahirkan pekerjaan baru yang tidak masuk di kolom pekerjaan, misalnya YouTuber,” paparnya. Melihat keadaan yang demikian, sambung Abdul Mu’ti, para lulusan sarjana membutuhkan 4 kompetensi guna menghadapi dunia yang serba cepat ini. Pertama, kompetisi keilmuan. Sarjana atau lulusan UM Bandung, kata Abdul Mu’ti, haruslah menguasai disiplin ilmu yang dipelajari di kampus. Kedua, kompetisi sosial. Bila lulusan sarjana dapat berkompetisi di bidang ini, lanjut Mu’ti, bukan hanya sukses secara karier, tapi juga dapat moncer di segala bidang. “Ini berhubungan dengan kolaborasi dan networking,” ucapnya. Ketiga, kompetensi moral/kepribadian. Bagaimana pun, jelas Abdul Mu’ti, para sarjana di mana pun berada harus berakhlak positif. Keempat, kompetisi kepemimpinan. “Perusahaan di dunia selektif terhadap calon pelamar. Mereka menerima pelamar yang punya pengalaman di bidang leadership,” tambahnya. Abdul Mu’ti mengingatkan para wisudawan/wisudawati UM Bandung bahwa saat ini tak sedikit perusahaan yang mendahulukan kemampuan pelamar dibandingkan dengan ijazah. “Bukan ijazah yang menentukan, melainkan kompetisi. Semoga para alumni UM Bandung dapat berkompetisi secara sehat dan profesional,” imbuhnya. Sebelum menutup salam, ternyata Prof Mu’ti berpantun kembali: Burung pipit burug nuri Dua dua hinggap di dahan Mohon maaf pamit undur diri Sampai jumpa di lain kesempatan Sumber: Suara Muhammadiyah Share this:Click to share on Twitter (Opens in new window)Click to share on Facebook (Opens in new window)Click to share on WhatsApp (Opens in new window)Like this:Like Loading... Related